Insomnia dan Menopouse


 Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak, rata-rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur, dan tidur merupakan suatu kebutuhan, bukan suatu keadaan istirahat yang tidak bermanfaat, tidur merupakan proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh, disamping itu tidur bagi manusia dapat mengendalikan irama kehidupan sehari-hari.

 Salah satu fungsi tidur yang paling utama adalah untuk memungkinkan sistem syaraf pulih setelah digunakan selama satu hari, dalam The World Book Encyclopedia, dikatakan tidur memulihkan energi kepada tubuh, khususnya kepada otak dan sistem syaraf.

 Kesulitan tidur (insomnia) merupakan masalah kesehatan yang sangat mengganngu dan harus diantisipasi wanita menopause, beberapa penelitian menunjukkan bahwa 10% hingga 15% wanita menopause meningkat kegelisahannya, mereka mengalami insomnia dan depresi, biasanya keluhan yang sering muncul berupa kesulitan untuk mulai tidur, lama tidak bisa tidur lagi, dan sering terbangun di waktu malam sehingga mengantuk di siang hari.


 Menurut Hoeve (1992), insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau terganggunya pola tidur. Orang yang bersangkutan mungkin tidak dapat tidur, sukar untuk jatuh tidur, atau mudah terbangun dan kemudian tidak dapat tidur lagi.

 Menopause merupakan sumber potensial lain pada masalah tidur, nyeri tiba-tiba atau dikenal dengan hot flash dan perubahan cara bernafas termasuk yang paling banyak dialami kaum wanita di saat pertama kali datang menopause. Konon separuh wanita menopause menderita nyeri tiba-tiba ini, dan rata-rata mengalaminya selama lima tahun pertama, kondisi ini cukup mengganggu tidur dan bisa memicu kelelahan di siang hari. Sementara total waktu tidur untuk penderita tidak berbeda dengan yang tidak mengalaminya, nyeri tiba-tiba berhubungan dengan seringnya terbangun pada malam hari, biasanya hampir setiap delapan menit. Lesu dan kelelahan diesok hari menjadi lebih sering dibandingkan rasa kantuk.

  Menurut Hawari (1990) insomnia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain fisik dan psikis, faktor fisik misalnya terserang flu sehingga sulit untuk tidur, sedangkan faktor gangguan psikis adalah stres, cemas, depresi.


 Salah satu proses atau tahap perkembangan manusia yang berkaitan dengan perubahan fisik dan psikis yaitu menopause, menurut Kartono (1992) perubahan psikis yang terjadi pada masa menopause dapat menimbulkan sikap yang berbeda-beda, di antaranya yaitu adanya suatu krisis yang dimanifestasikan dalam simptom-simptom psikologis seperti depresi, mudah tersinggung, mudah menjadi marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan, insomnia atau tidak bisa tidur, karena sangat bingung dan gelisah. Lebih lanjut Kartono (1990) mengungkapkan ketika masa menopause berlangsung, terjadilah perubahan fisik maupun psikis, menurunnya fungsi hormon estrogen dan progesteron yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan seperti pusing, mual, gerah, berdebar-debar, dsb.
 Masalah menopause memberikan perubahan psikis karena adanya anggapan bagi sementara wanita bahwa menopause adalah tanda-tanda penuaan dan berakhirnya semua sifat-sifat kewanitaannya. Keadaan ini mungkin diperkuat dengan kurangnya pengertian atau adanya pengertian yang keliru mengenai masalah menopause. terjadinya kekhawatiran, ketakutan, dan kecemasan pada masa menopause dapat menyebabkan terjadinya insomnia, hal ini didukung oleh pendapat Walsleben (Handita, 2004) bahwa gangguan tidur tidak langsung berhubungan dengan menurunnya hormon, namun kondisi psikologis dan meningkatnya kecemasan, gelisah, dan emosi sering tidak terkontrol akibat menurunnya hormon estrogen yang bisa menjadi salah satu sebab meningkatnya gangguan tidur (insomnia) pada wanita menopause.

 Insomnia meningkat pada wanita usia 44-45 tahun karena berkurangnya hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh. Masalah tersebut bertambah parah saat menopause. Walsleben (Handita, 2004) juga mengatakan sebanyak 40 % wanita menopause mengalami kesulitan tidur, lain halnya pada sebagian wanita yang belum menopause, yang pada umunya berusia antara 30 sampai 40 tahun, berdasarkan teori sebelumnya bahwa manita yang belum mengalami menopause umumya adalah wanita pada masa dewasa madya atau dewasa tengah berusia 30 sampai 40-an tahun. Pada masa tersebut stabilitas emosional dan kepribadian berada dalam kondisi yang terbaik, dalam California Longitudinal Study pada waktu individu berusia 34 sampai 50 tahun mereka adalah kelompok usia yang paling sehat, paling tenang, paling bisa mengontrol diri, dan juga paling bertanggung jawab, mereka tidak mengnalami ketakutan, cemas atau khawatir karena mereka merasa hidup lebih bebas.
 Wanita yang berada pada masa dewasa yang belum mengalami menopauase tidak akan mengalami gejala-gejala yang seperti dialami oleh wanita yang mengalami menopause misalnya: terjadinya arus panas, hal ini terjadi karena tidak adanya keseimbangan pada vasomotor, rasa gelisah, mudah tersinggung, ketegangan dan kecemasan, termasuk perasaan tertekan, sedih, malas, emosi yang meluap, mudah marah, merasa tidak berdaya dan mudah menangis, osteoporosis (pengeroposan tulang), pruritis.

 Selain itu kebutuhan utama dan kuat mendorong individu dalam hidup berkeluarga seperti kebutuhan seksual relatif masih mampu terpenuhi dengan baik, sehingga tidak rasa ketakutan, cemas, khawatir seperti halnya orang wanita yang mengalami menopause, dengan demikian wanita yang belum mengalami menopause relatif lebih kecil mengalami insomnia dibandingkan wanita yang sudah mengalami menopause.
Insomnia dan Menopouse Insomnia dan Menopouse Reviewed by yogie kurniawan wijaya on 09.55 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.